zmedia

Mengenal Perjanjian Giyanti 1755: Awal Pecahnya Mataram Islam dan Dampaknya pada Jawa

Perjanjian Giyanti tahun 1755 merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah Jawa. Kesepakatan ini tidak hanya memecah Kesultanan Mataram menjadi dua, tetapi juga melahirkan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Sejak saat itu, peta politik di Jawa berubah drastis dan membuka jalan bagi semakin kuatnya pengaruh Belanda di tanah Jawa.

Dalam artikel ini, kita akan membahas latar belakang Perjanjian Giyanti, isi perjanjiannya, serta dampaknya bagi sejarah Jawa.

Gambar Lokasi Perjanjian Giyanti di Adakan
Gambar. Tempat Lokasi Perjanjian Giyanti 1755

Latar Belakang Perjanjian Giyanti

Sebelum lahirnya Perjanjian Giyanti, Kesultanan Mataram mengalami kemunduran besar. Ada beberapa faktor penyebabnya:

1. Konflik internal

Perebutan tahta antara Pangeran Mangkubumi (kelak Sultan Hamengkubuwono I) dan Pakubuwono III.

2. Campur tangan VOC

Belanda melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) berkepentingan menjaga stabilitas Jawa demi keuntungan dagang.

3. Perang Suksesi Jawa III (1749–1757)

Perang saudara ini semakin melemahkan Mataram dari dalam.

Akhirnya, VOC menjadi mediator dan pada 13 Februari 1755 di Desa Giyanti (Karanganyar, Jawa Tengah), ditandatangani perjanjian yang membagi Mataram menjadi dua kekuasaan:

1. Kasunanan Surakarta di bawah Pakubuwono III

2. Kasultanan Yogyakarta di bawah Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I

Isi Perjanjian Giyanti

Ada beberapa poin penting yang tertuang dalam perjanjian ini:

1. Pembagian Wilayah

Mataram dibagi dua dengan batas Kali Opak. Yogyakarta berada di sebelah barat, sedangkan Surakarta di sebelah timur.

2. Pengakuan Kedaulatan

Kedua kerajaan diakui keberadaannya, tetapi tetap berada di bawah pengaruh VOC.

3. Hak Istimewa VOC

Baik Surakarta maupun Yogyakarta wajib memberikan hak monopoli dagang dan bantuan militer kepada VOC.

Peta setelah perjanjian Giyanti 1755

Dampak Perjanjian Giyanti

1. Melemahnya Kekuatan Mataram

Pecahnya Mataram membuat kekuatan politik Jawa semakin terpecah-belah. Hal ini memudahkan Belanda melakukan intervensi lebih jauh.

2. Lahirnya Dinasti Baru

Berdirinya Kasultanan Yogyakarta menjadi awal trah Hamengkubuwono, yang hingga kini masih memegang peran penting di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Awal Intervensi Kolonial Lebih Dalam

Dengan adanya dua kerajaan yang saling bersaing, VOC berhasil memperkuat pengaruhnya dan mempercepat proses kolonialisasi di Jawa.

Hubungan dengan Perjanjian Salatiga

Setelah pecahnya Mataram Islam melalui Perjanjian Giyanti 1755, konflik internal Jawa tidak langsung mereda. Justru, perjanjian tersebut menjadi pintu masuk lahirnya perjanjian lain, yaitu Perjanjian Salatiga 1757.

Kedua perjanjian ini memiliki hubungan erat. Jika Giyanti membagi Mataram menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, maka Salatiga menambah satu kekuasaan baru, yaitu Kadipaten Mangkunegaran. Belanda (VOC) berhasil menerapkan strategi divide et impera untuk melemahkan politik Jawa.

Perjanjian Giyanti lahir dari konflik perebutan tahta antara Pakubuwono III dan Pangeran Mangkubumi. Dengan campur tangan VOC, pada 13 Februari 1755 ditandatangani kesepakatan yang memecah Mataram menjadi dua; Kasunanan Surakarta di bawah Pakubuwono III dan Kasultanan Yogyakarta di bawah Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I)

Namun, pembagian ini tidak menyelesaikan semua masalah. Ada satu tokoh penting yang merasa dikesampingkan: Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said).

Raden Mas Said adalah salah satu tokoh kuat yang menentang VOC. Ia dikenal gigih melawan Belanda dan tidak puas dengan hasil Perjanjian Giyanti. Setelah bertahun-tahun berperang, akhirnya VOC kembali turun tangan.

Pada 17 Maret 1757 di Salatiga, dibuat perjanjian baru yang meneguhkan berdirinya Kadipaten Mangkunegaran di bawah Raden Mas Said (bergelar Mangkunegoro I).

Dengan demikian, wilayah bekas Mataram kini terbagi menjadi tiga kekuasaan:

1. Kasunanan Surakarta

2. Kasultanan Yogyakarta

3. Kadipaten Mangkunegaran

Hasil Peta setelah perjanjian giyanti dan salatiga
Gambar. Pembagian Wilayah dari Hasil Perjanjian Giyanti dan Salatiga

Kesimpulan

Perjanjian Giyanti 1755 adalah bukti nyata politik pecah belah (divide et impera) yang dijalankan VOC. Meski melahirkan dua kerajaan baru—Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta—perjanjian ini menjadi titik balik melemahnya Mataram Islam sekaligus awal dominasi Belanda di Jawa.

Hubungan Perjanjian Giyanti 1755 dan Perjanjian Salatiga 1757 tidak bisa dipisahkan. Giyanti adalah awal perpecahan Mataram, sementara Salatiga mempertegas fragmentasi itu. Kedua perjanjian ini menjadi bukti bagaimana Belanda berhasil memperlemah Mataram melalui strategi pecah belah.

Hingga kini, warisan sejarah tersebut masih terlihat jelas dalam eksistensi Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegaran.

Bagaimana menurut kamu? Apakah pembagian ini justru membantu melestarikan budaya Jawa, atau sebaliknya mempercepat penjajahan? Yuk, tuliskan pendapatmu di kolom komentar!

Kata Kunci

#PerjanjianGiyanti1755 #IsiPerjanjianGiyanti #DampakPerjanjianGiyanti #SejarahMataramIslam #SejarahJawaabadke-18

***

Posting Komentar untuk "Mengenal Perjanjian Giyanti 1755: Awal Pecahnya Mataram Islam dan Dampaknya pada Jawa"