zmedia

Kebudayaan Neolitikum: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Hasil Kebudayaan

Pada artikel sebelumnya kita sudah membahas tentang kebudayaan Mesolitikum, yaitu kebudayaan batu tengah. Pada kali ini kita akan membahas tentang kebudayaan batu muda atau batu baru yang disebut dengan kebudayaan Neolitikum.

Gambar. Berbagai Jenis Alat yang Digunakan Manusia Pra Aksara

Pengertian Neolitikum

Nama kebudayaan Neolitikum berasal dari bahasa Yunani yaitu neo (baru) dan lithos (batu). Neolitikum dapat kita artikan sebagai zaman batu baru atau zaman batu muda yang ditandai dengan perkembangan pertanian, pemukiman permanen, dan penggunaan peralatan batu yang lebih halus atau diasah.

Zaman Neolitikum diperkirakan berlangsung di Indonesia mulai tahun 1.500 SM ditandai terjadinya migrasi penduduk dari daratan Tonkin ke Nusantara yang disebut dengan bangsa Proto Melayu melalui jalur barat dan jalur timur.

Jalur barat berpindah dari Yunan (Tiongkok Selatan) melewati Indocina dan Semenanjung Melayu, masuk ke Pulau Sumatera dan menyebar ke pulau-pulau di Nusantara.

Sementara jalur timur bermigrasi dari Yunan ke Filipina, masuk ke Pulau Sulawesi an menyebar ke pulau-pulau lain seperti Kalimantan, Kepulauan Sunda Kecil dan pulau lainnya.

Saat ini penerus Proto Melayu seperti  Suku Batak, Suku Nias, Suku Kubu, Suku Dayak, Suku Toraja, dan Suku Sasak. Mereka membawa kebudayaan Neolitikum berupa Kapak Lonjong dan Kapak Persegi.

Ciri-Ciri Kebudayaan Neolitikum

Berikut ini ciri-ciri kebudayaan Neolitikum:

1. Tempat Tinggal Menetap (Sedenter)

Ciri utama kebudayaan Neolitikum ialah tempat tinggal telah menetap yang disebut dengan sedenter, karena pada zaman ini manusia telah beralih dari pola hidup nomaden.

Sistem sedenter ditandai dengan pembangunan rumah permanen yang terbuat dari kayu dan bambu, serta pengembangan teknologi pertanian yang lebih baik dari masa sebelumnya.

2. Food Producing (Bercocok Tanam & Berternak)

Neolitikum terjadi perubahan paling mendasar. Kegiatan manusia berubah dari sekedar pengumpul makanan (berburu dan meramu) menjadi penghasil makanan. Mereka mulai menanam biji-bijian seperti gandum, jawawud, padi dan kacang-kacangan. 

Selain bercocok tanam, manusia juga mulai menjinakkan dan memelihara hewan seperti sapi, kambing, domba, dan babi. Ini menjamin pasokan daging, susu, dan kulit tanpa harus selalu berburu.

3. Pembagian Kerja

Dampak dari hidup menetap dan bercocok tanam ialah terjadinya pembagian kerja. Pembagian paling awal diasarkan pada jenis kelamin dan usia. Laki-laki bertugas membuka dan mengolah lahan seperti menebang dan membajak tanah. Sementara perempuan mengumpulkan hasil panen seperti buah dan biji-bijian dari ladang. Serta mengolah makanan seperti menumbuk biji-bijian dan memasak.

Pembagian kerja ini belum serumit seperti di masyarakat modren hari ini.

4. Hidup Berkelompok

Pada masa Neolitikum, hidup berkelompok bukan lagi sekadar tinggal bersama dalam kelompok kecil seperti pada masa berburu dan meramu makanan. Konsepnya berevolusi menjadi komunitas menetap yang terorganisir.

Dalam hidup berkelompok, manusia memilih pemimpin bagi mereka untuk dituakan dalam kelompok itu, disebut dengan primus interpares. Seseorang dipilih sebagai pemimpin karena kualitas pribadinya yang unggul seperti berdasarkan kekuatan fisik, kebijaksanaan, kemampuan spiritual serta pengalaman dan pengetahuannya.

5. Kepercayaan

Manusia pada masa ini mulai mempercayai bahwa ada kekuatan lain selain keuatan dari dalam dirinya, sehingga mereka mulai mengembangkan sistem kepercayaan animisme dan dinamisme dan mulai melakukan ritual-ritual untuk menghormati kekuatan tersebut.

Animisme yaitu kepercayaan bahwa dibumi ini baik yang hidup maupun mati memiliki roh atau jiwa yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Seperti pohon, gunung atau sungai dipercaya dihuni oleh roh leluhur, roh-roh ini dianggap bisa senang, marah, dan bisa di ajak berkomunikasi.

Contohnya percaya bahwa sebuah pohon beringin besar dihuni oleh roh yang harus dihormati agar tidak mengganggu penduduk sekitar.

Dinamisme merupakan kepercayaan bahwa benda-bena tertentu memiliki kekuatan gaib atau energi suprantural yang dapat memengaruhi manusia untuk tujuan baik atau buruk. Contohnya mempercayai bahwa sebuah batu akik tertentu memiliki kekuatan untuk melindungi pemakainya dari bahaya.

Terkait dengan kepercayaan kemudian manusia membuat berbagai ritual hal ini terlihat dari sisa-sia peninggalan yang disebut dengan batu besar atau Megalitikum seperti punden berundak, dolmen, sarkofagus, dan lainnya.

Hasil Kebudayaan Neolitikum

1. Kapak Lonjong

Kapak Lonjong adalah alat batu berbentuk lonjong atau oval yang seluruh permukaannya sudah diasah halus. Bagian yang tajam berada pada ujungnya yang lancip, sedangkan bagian yang lebih lebar dan membulat adalah pangkalnya yang biasanya ditempelkan pada tangkai kayu.


2. Kapak Persegi

Kapak Persegi adalah alat batu berbentuk persegi panjang atau trapesium yang seluruh permukaannya sudah diasah halus. Namanya "persegi" lebih mengacu pada penampang lintangnya yang berbentuk persegi panjang, bukan berarti bentuknya seperti kubus.



3. Gerabah / Tembikar

Merupakan sebuah peralatan yang terbuat dari tanah liat yang dibakar, seperti periuk, belanga, dan kendi. Biasanya dibuat dengan cara sederhana, dengan tangan atau roda putar.

Gerabah pada masa Neolitikum berfungsi sebagai wadah makanan, minuman, menyimpan hasil pertanian, dan upacara kepercayaan.

4. Perhiasan

***

Posting Komentar untuk "Kebudayaan Neolitikum: Pengertian, Ciri-Ciri, dan Hasil Kebudayaan"