Pendidikan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang kolonialisme Belanda. Pada awal abad ke-20, pemerintah kolonial Belanda mulai membuka berbagai jenis sekolah untuk pribumi, meskipun tujuannya bukan murni untuk mencerdaskan rakyat, melainkan mendukung kepentingan administrasi kolonial. Salah satu lembaga pendidikan yang cukup berpengaruh masa itu adalah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs).
Gambar. SMPN 1 Kota Padang Dahulunya Bangunan MULO
Sekolah MULO sering disebut sebagai cikal bakal Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Indonesia. Namun, bagaimana sebenarnya sejarah berdirinya MULO? Apa tujuan Belanda mendirikan sekolah ini, dan bagaimana dampaknya terhadap masyarakat pribumi kala itu?
Sejarah Berdirinya Sekolah MULO
Sekolah MULO pertama kali didirikan pada tahun 1914 di Hindia Belanda. Kehadiran MULO merupakan kelanjutan dari sekolah dasar HIS (Hollandsch-Inlandsche School), yang saat itu diperuntukkan bagi anak-anak pribumi dari kalangan bangsawan atau pegawai kolonial.
Nama MULO sendiri berarti “Pendidikan Dasar yang Diperluas”. Sekolah ini berdurasi 3–4 tahun dan ditujukan untuk memberikan pendidikan lanjutan bagi siswa yang lulus dari HIS.
Secara garis besar, tujuan utama Belanda mendirikan MULO bukan untuk membuka akses pendidikan seluas-luasnya, melainkan untuk menyiapkan tenaga kerja administrasi menengah yang bisa membantu kelancaran pemerintahan kolonial.
Tujuan dan Fungsi Sekolah MULO
Walaupun terlihat sebagai langkah maju dalam pendidikan, sekolah MULO punya fungsi yang sangat pragmatis bagi Belanda.
Beberapa tujuan utama MULO antara lain:
1. Mencetak pegawai rendahan untuk kolonial
Lulusan MULO umumnya direkrut menjadi pegawai kantor, juru tulis, atau staf administrasi yang melayani kebutuhan pemerintahan Hindia Belanda.
2. Menyiapkan jalur pendidikan elit
Bagi siswa yang berprestasi, MULO bisa menjadi pintu masuk untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, seperti AMS (Algemeene Middelbare School) atau HBS (Hogere Burger School).
3. Menciptakan lapisan elit pribumi terdidik
Meski terbatas, keberadaan MULO menimbulkan kelompok kecil masyarakat pribumi yang berpendidikan modern. Kelompok inilah yang nantinya berperan dalam pergerakan nasional.
Kurikulum dan Mata Pelajaran di MULO
Kurikulum MULO disusun untuk menyiapkan tenaga administrasi yang terampil. Oleh karena itu, bahasa Belanda menjadi bahasa pengantar utama.
1. Beberapa mata pelajaran yang diajarkan di MULO antara lain:
2. Bahasa Belanda (mendominasi hampir semua bidang)
3. Bahasa Inggris atau bahasa asing lain
4. Matematika (aljabar, geometri)
5. Ilmu Alam (fisika dasar, biologi, kimia sederhana)
6. Ilmu Bumi (geografi)
7. Sejarah, terutama sejarah Eropa
8. Keterampilan menulis, mengetik, dan administrasi
Jika dibandingkan dengan SMP saat ini, kurikulumnya jelas lebih sempit dan berorientasi pada kepentingan kolonial. Tidak ada pendidikan karakter, seni budaya lokal, atau ilmu kewarganegaraan yang menanamkan nilai kebangsaan.
Siapa yang Bisa Bersekolah di MULO?
Tidak semua anak pribumi bisa menikmati pendidikan di MULO. Sekolah ini bersifat diskriminatif, dengan syarat masuk yang ketat:
- Hanya siswa yang lulus dari HIS yang bisa melanjutkan ke MULO.
- HIS sendiri hanya terbuka bagi anak-anak priyayi, bangsawan, pegawai kolonial, atau orang pribumi kaya.
- Biaya sekolah cukup tinggi untuk ukuran masa itu, sehingga semakin membatasi akses rakyat biasa.
Akibatnya, jumlah siswa pribumi di MULO sangat sedikit. Sebagian besar siswanya adalah keturunan Belanda, Indo-Eropa, atau pribumi kaya yang mendapat “hak istimewa”.
MULO sebagai Tangga Sosial dan Politik
Meski diskriminatif, MULO tetap memberi dampak penting dalam sejarah bangsa. Lulusan MULO bisa bekerja di kantor-kantor pemerintah dengan gaji lebih baik daripada pekerja kasar. Hal ini menjadikan MULO sebagai simbol status sosial bergengsi.
Sebagian tokoh pergerakan nasional Indonesia sempat bersekolah di HIS dan MULO. Mereka mendapatkan pengetahuan modern sekaligus kesadaran tentang ketidakadilan kolonial. Pengetahuan inilah yang menjadi bekal dalam perjuangan melawan penjajahan.
Perbandingan MULO dengan SMP Sekarang
Jika dibandingkan dengan SMP di Indonesia saat ini, MULO memiliki perbedaan mencolok.
MULO hanya fokus pada bahasa, ilmu alam, ilmu bumi, sejarah, dan matematika. Sedangkan SMP sekarang memiliki belasan mata pelajaran, termasuk agama, seni budaya, PPKn, TIK, dan olahraga.
Dalam akses pendidikan MULO hanya untuk kalangan elit. SMP sekarang terbuka untuk semua anak, bahkan diwajibkan melalui program wajib belajar 12 tahun.
Sedangkan tujuan pendidikan MULO menyiapkan tenaga administrasi kolonial. SMP sekarang bertujuan mencerdaskan bangsa, membentuk karakter, dan mengembangkan keterampilan abad 21.
Jejak Sekolah MULO di Indonesia
Bangunan-bangunan bekas sekolah MULO masih bisa ditemukan hingga kini. Banyak di antaranya beralih fungsi menjadi SMP atau SMA seperti:
- Gedung MULO di Bandung, kini digunakan sebagai SMP Negeri.
- Gedung MULO di Surabaya, yang masih berdiri kokoh dengan arsitektur kolonial.
- Gedung MULO di Yogyakarta, yang berperan penting dalam sejarah pendidikan di Jawa.
- Gedung MULO di Padang, kini menjadi SMP Negeri 1 Padang
Bangunan tersebut menjadi saksi bisu sejarah pendidikan kolonial dan bukti betapa pendidikan saat itu hanya untuk kalangan terbatas.
Kesimpulan
Sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) adalah salah satu warisan sistem pendidikan Belanda di Indonesia. Meski tujuannya untuk kepentingan kolonial, sekolah ini berperan penting dalam membentuk generasi awal elit pribumi terdidik.
MULO bukanlah sekolah untuk semua orang, melainkan hanya untuk kalangan tertentu. Namun, justru dari kelompok kecil lulusan inilah lahir kesadaran nasionalisme yang kemudian mendorong perjuangan kemerdekaan.
Jika dibandingkan dengan SMP sekarang, jelas pendidikan kita jauh lebih inklusif, beragam, dan terbuka. Inilah kemajuan besar yang patut kita syukuri, sekaligus menjadi pengingat betapa sulitnya akses pendidikan pada masa kolonial.***
Posting Komentar untuk "Sejarah Sekolah MULO: Cikal Bakal SMP di Indonesia pada Masa Belanda"