Sejarah politik Indonesia pada masa awal kemerdekaan penuh dengan dinamika. Salah satu peristiwa penting adalah Dekrit Presiden Soekarno tanggal 5 Juli 1959 yang menandai perubahan besar dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
![]() |
Gambar. Dekrit Presiden Soekarno 5 Juli 1959 |
Langkah ini kemudian membuka jalan menuju era Demokrasi Terpimpin yang berlangsung hingga 1965.
Latar Belakang Dekrit Presiden Soekarno
Untuk memahami mengapa Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit, kita harus melihat kondisi politik Indonesia pada masa itu.
1. Kegagalan Konstituante
Setelah Pemilu 1955, terbentuk Konstituante, lembaga yang bertugas menyusun UUD baru sebagai pengganti UUD Sementara 1950. Namun, dalam praktiknya, Konstituante gagal mencapai kesepakatan mengenai dasar negara.
- Sebagian anggota menghendaki Islam sebagai dasar negara.
- Sebagian lain mendukung Pancasila sebagai dasar negara.
Perdebatan panjang ini menyebabkan Konstituante tidak kunjung menyelesaikan tugasnya.
2. Krisis Politik dan Ekonomi
Kegagalan Konstituante diperparah dengan kondisi politik yang tidak stabil. Kabinet sering berganti, program pembangunan tidak berjalan maksimal, dan inflasi semakin tinggi.
3. Usulan Kembali ke UUD 1945
Melihat situasi buntu, Presiden Soekarno mengusulkan agar Indonesia kembali menggunakan UUD 1945. Namun usulan ini tidak mendapat persetujuan dari Konstituante.
Akhirnya, Presiden Soekarno mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden Soekarno berisi tiga poin utama, yaitu:
- Membubarkan Konstituante.
Lembaga yang gagal menyusun UUD baru dibubarkan. - Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlaku lagi UUD Sementara 1950.
Soekarno menegaskan bahwa UUD 1945 (yang disahkan pada 18 Agustus 1945) kembali berlaku sebagai konstitusi negara, menggantikan UUD Sementara 1950. - Pembentukan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara).
Untuk melaksanakan UUD 1945, dibentuklah dua lembaga tinggi negara dalam bentuk "sementara" yang anggotanya diangkat oleh Presiden.
Walaupun tidak secara eksplisit disebutkan dalam teks dekrit, dampak lanjutan dari dekrit ini adalah pembubaran DPR hasil Pemilu 1955, yang kemudian diganti dengan DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong).
Alasan Pembubaran DPR
Mengapa Presiden Soekarno akhirnya membubarkan DPR hasil Pemilu 1955? Ada beberapa alasan utama:
1. Pertentangan Politik dengan PresidenDPR sering tidak sejalan dengan kebijakan Presiden Soekarno, terutama terkait program-program pembangunan dan politik luar negeri.
2. Penolakan RAPBN
Pada tahun 1960, DPR menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) yang diajukan pemerintah. Hal ini dianggap Soekarno sebagai bentuk perlawanan terhadap kepemimpinannya.
3. Mewujudkan Demokrasi Terpimpin
Soekarno menginginkan sistem politik yang lebih stabil dan terpusat, bukan demokrasi parlementer yang penuh perdebatan.
Dengan alasan tersebut, pada tahun 1960 Presiden Soekarno membubarkan DPR hasil Pemilu 1955 dan menggantinya dengan DPR-GR yang anggotanya diangkat langsung oleh Presiden.
Dasar Hukum dan Tujuan
Soekarno mendasarkan tindakannya pada "Hukum Tatanegara Darurat" (staatsnoodrecht). Ia berargumen bahwa karena Konstituante gagal menjalankan tugasnya dan negara berada dalam situasi genting, Presiden memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan penyelamatan negara.
Tujuan utama dekrit ini adalah:
- Mengatasi kemacetan politik dan kebuntuan di Konstituante.
- Menyelamatkan negara dari ancaman perpecahan dan disintegrasi.
- Kembali kepada cita-cita revolusi dan cita-cita proklamasi 1945 yang dianggap lebih murni.
Dampak dan Kontroversi
Dekrit 5 Juli 1959 memiliki dampak yang sangat besar dan kontroversial dalam sejarah Indonesia:
1. Awal Demokrasi Terpimpin
Dekrit ini menandai berakhirnya periode Demokrasi Liberal (1950-1959) dan dimulainya era Demokrasi Terpimpin. Kekuasaan semakin terpusat pada diri Presiden Soekarno.
2. Pengesahan oleh MA dan TNI
Keputusan ini pada awalnya mendapat dukungan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Mahkamah Agung (MA) yang mengeluarkan pernyataan bahwa dekrit tersebut sah dan merupakan sumber hukum.
3. Kritik dan Kontroversi
Di sisi lain, dekrit ini dinilai oleh banyak kalangan, terutama dari partai politik Islam dan kelompok demokrat, sebagai:
- Langkah inkonstitusional karena Presiden membubarkan lembaga hasil pemilu dan mengubah konstitusi dengan dekrit, bukan melalui proses sidang.
- Awal dari otoritarianisme yang memusatkan kekuasaan di tangan Soekarno. MPRS dan DPAS yang dibentuk cenderung menjadi alat legitimasi kebijakan presiden.
Kata Kunci
#Dekrit Presiden 1959 #DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) #Konstituante Indonesia #UUD 1945 kembali berlaku #Demokrasi Terpimpin Soekarno. ***
Posting Komentar untuk "Dekrit Presiden Soekarno: Pembubaran DPR dan Awal Demokrasi Terpimpin"